Guru Madrasah Wajib Menjadi Anggota Organisasi Profesi Guru

Oleh : Badrudin, M.Pd. | Kabid Humas MGMP PPKn MTs Provinsi Jawa Barat & Sekjen Pengurus Besar Perkumpulan Guru Madrasah Nasional Indonesia

mgmpppknmtsjabar.or.id, BOGOR | Profesi Guru termasuk guru madrasah adalah profesi yang menentukan dalam mengubah nasib bangsa. Hal ini dikarenakan guru madrasah bertugas mendidik dan mengajar anak-anak bangsa, mengubah perilaku anak bangsa kearah yang lebih baik, membentuk karakter, dan itu semua merupakan tugas yang sangat fundamental. Jika bangsa Indonesia ingin melakukan perbaikan keadaan menjadi bangsa yang mampu bersaing dengan bangsa lain serta menjadi bangsa yang maju, harapan itu tertumpang kepada guru madrasah.

Namun, saat masih banyak guru madrasah yang kurang percaya diri dan kurang bangga untuk mengatakan dirinya sebagai guru madrasah. Jika kondisi ini dibiarkan, bagaimana guru madrasah bisa diharapkan untuk melahirkan anak-anak bangsa yang bisa dibanggakan? Inilah masalahnya. Jadi, keberadaan guru madrasah tidak semata-mata berurusan dengan dirinya sendiri, melainkan memiliki peran yang luas dan jauh ke depan berkenaan dengan mentalitas anak-anak bangsa. Oleh karena itu, harus ada berbagai upaya untuk melakukan perubahan ke arah terwujudnya guru madrasah yang profesional, bermartabat, dan sejahtera.

Upaya untuk melakukan perubahan itu bukanlah sesuatu yang mudah karena dihadapkan pada berbagai faktor, seperti kultur, struktur, pencitraan, dan sebagainya termasuk didalamnya adalah jumlah guru, jumlah peserta didik, dan jumlah lembaga pendidikan madrasah yang banyak sebagai potensi dan asset bangsa yang harus terus didukung keberadaannya oleh semua pihak terlebih hampir 95% status guru madrasah adalah tenaga honores dan status madrasah adalah swasta. Saat ini, jumlah madrasah negeri dan swasta di Indonesia mulai dari tingkat Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan data statistik semester ganjil tahun pelajaran 2020/2021 dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, guru madrasah jumlahnya mencapai 929.511 jiwa, tenaga kependidikan mencapai 140.636 jiwa, jumlah peserta didik sebanyak 9,6 juta jiwa, dan jumlah madrasah sebanyak 83.551 unit. Jumlah potensi madrasah yang ada merupakan asset kekayaan Pendidikan nasional yang telah, sedang, dan akan terus melahirkan anak bangsa yang mencintai agamanya sekaligus mencintai bangsa dan negara serta melahirkan prestasi guru dan peserta didik yang membanggakan.

Perubahan kearah terwujudnya guru madrasah yang profesional, bermartabat, dan sejahtera harus dilakukan secara terencana dan terorganisir dengan baik melalui organisasi guru madrasah. Organisasi guru madrasah dengan posisinya yang strategis bisa bermain di dua ranah, yaitu ranah konsep dan ranah advokasi. Dengan bermain di ranah konsep diharapkan organisasi guru madrasah dapat memberikan berbagai pemikiran solutif terhadap berbagai persoalan dibidang pendidikan yang ada. Sedangkan ranah advokasi dimaksudkan untuk memberikan pembelaan terhadap guru madrasah yang banyak kurang diuntungkan terutama akibat adanya kebijakan politik pemerintah, yaitu diantaranya kebijakan tentang Otonomi Daerah.

Kebijakan politik pemerintah yang membedakan kementerian antara yang diotonomikan dan yang tidak diotonomikan ternyata menimbulkan masalah tersendiri bagi guru madrasah. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi adalah kementerian yang diotonomikan, sedangkan Kementerian Agama yang notabene membawahi pendidikan madrasah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam tidak diotonomikan. Akibatnya Pemerintah Daerah lebih banyak memperhatikan pendidikan di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan kurang memperhatikan pendidikan madrasah karena madrasah di bawah naungan Kementerian Agama.

Otonomi Daerah pada dasarnya adalah sebuah sistem politik pemerintahan yang tujuannya sangat baik, yaitu untuk menciptakan pemerintahakan yang efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, termasuk dalam hal pendidikan. Tetapi karena madrasah tidak termasuk bagian yang tidak diotonomikan dengan alasan bernaung di bawah Kementerian Agama, maka madrasah kurang diperhatikan oleh Pemerintah Daerah karena dinilai merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Dalam konteks inilah, Otonomi Daerah justru kurang menguntungkan bagi madrasah. Oleh karena itu diperlukan sebuah usaha yang sungguh-sungguh secara kreatif agar kondisi yang kurang menguntungkan ini bisa diatasi diantaranya melalui pembentukan organisasi profesi bagi guru madrasah.

Organisasi profesi guru madrasah diharapkan benar-benar dapat mewujudkan guru-guru madrasah yang profesional, bermartabat, sejahtera, dan Islami. Selain itu, guru madrasah perlu untuk didorong menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan pendidikan pada umumnya, bukan hanya di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat nasional, bahkan juga di tingkat internasional. Dan keberadaan organisasi profesi guru madrasah sangat ditentukan aktifitas anggotanya, yaitu guru madrasah itu sendiri. Oleh karena itu, guru madrasah wajib menjadi anggota organisasi profesi, hal ini pun merupakan amanat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Pasal 41 ayat (3) disebutkan "Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi”.

Berdasarkan uraian diatas, maka guru wajib untuk menjadi anggota organisasi profesi guru dalam mewujudkan guru madrasah yang professional, bermartabat, dan sejahtera.

***

Lebih baru Lebih lama