Oleh : Teddy Hermansyah, S.Pd | Guru PPKn MTsN 7 Majalengka & Sekretaris MGMP PPKn Kab. Majalengka)
Moderasi beragama merupakan sebuah konsep beragama yang hari-hari ini sedang booming. Konsep moderasi beragama merupakan konsep beragama jalan tengah, tidak mengarah ekstrem kanan maupun ekstrem kiri.
Mengapa moderasi beragama itu penting?
Apakah moderasi beragama itu diperlukan di lingkungan sekolah? Bagaimana
implementasi moderasi beragama di lingkungan sekolah itu sendiri?. Kata "moderasi"
memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa inggris sendiri, kata
"moderasi" berasal dari kata moderation, yang berarti sikap tidak
berlebih-lebihan, sikap sedang. Jadi, ketika kata "moderasi" di
gabung dengan kata "beragama", menjadi "moderasi beragama".
Istilah moderasi beragama merujuk pada
sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstriman dalam praktik
beragama. Sikap moderat atau moderasi beragama itu adalah sikap dewasa yang
baik dan sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan
kejahatan, termasuk ujaran kebencian dan hoax, terutama atas nama agama
merupakan sikap kekanak-kanakan, jahat dan memecah belah serta termasuk sikap
merusak kehidupan.
Moderasi beragama itu penting karena keragaman dalam hal beragama itu tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar dari moderasi adalah mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan. Alasan mengapa kita perlu ber-moderasi beragama itu yang pertama, moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, tidak serta merta hanya mengangungkan nama Tuhan dan mengesampingkan nilai kemanusiaan.
Bagaimana dengan aktualisasi moderasi
beragama di lingkungan sekolah?.Di era modern sekarang ini penyebaran paham
radikal di kalangan pelajar terus digencarkan oleh kelompok radikal, terutama
melalui media social. Apalagi di masa pandemic, pembelajaran harus dilakukan
dengan metode daring yang mana memudahkan pelajar dalam mengakses informasi
internet, tidak terkecuali konten berbau radikalisme.
Pelajar juga dapat dijadikan regenerasi
yang menjanjikan untuk terus beroperasinya gerakan kelompok radikal terorisme.
Hal ini terjadi seringkali dimulai dengan pemahaman yang dangkal terhadap
ajaran agama. Karena itu, penanaman dan pengembangan moderasi beragama sangat
penting sebagai cara pandang generasi millenial dalam memahami dan mendalami
islam. Sehingga mengajar itu agama tidak hanya membentuk keshalehan individu,
tapi juga mampu menjadikan paham agamanya sebagai instrument untuk menghargai
umat agama lain.
Pertama, mengembangkan budaya lokal
sekolah, misalnya kejujuran, saling menghargai, sopan santun, kemandirian, tanggung jawab dan
lain-lain, yang merupakan perpaduan nilai-nilai, asumsi, pemahaman, keyakinan,
dan harapan yang diyakini oleh stakeholders sekolah serta dijadikan pedoman
perilaku dalam pemecahan masalah baik secara internal maupun eksternal yang
mereka hadapi. Sedangkan pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah
berarti mengembangkan ajaran agama wasathiyah (tengah-tengah) di sekolah
sebagai pijakan nilai, sikap, semangat, dan perilaku bagi para guru, tenaga
pendidikan, orang tua murid, dan murid itu sendiri.
Kedua, untuk membangun rasa saling
pengertian sejak dini antara peserta didik yang mempunyai keyakinan keagamaan
yang berbeda, maka sekolah harus berperan aktif mengadakan dialog keagamaan
atau dialog antar umat beragama yang tentunya tetap berada dalam bimbingan
guru-guru dalam sekolah tersebut. Dialog antar umat beragama semacam ini
merupakan salah satu upaya yang efektif agar peserta didik dapat membiasakan
diri melakukan dialog dengan penganut agama yang berbeda.
Ketiga, hal lain yang penting dalam
penerapan moderasi beragama yaitu kurikulum dan buku-buku pelajaran yang
dipakai, diterapkan di sekolah sebaiknya kurikulum yang memuat nilai-nilai
pluralisme (ke-Bhinneka Tunggal Ika-an) dan toleransi beragama. Buku-buku agama
yang dipakai di sekolah juga sebaiknya buku-buku yang dapat membangun wacana
serta pemikiran peserta didik tentang pemahaman keberagaman yang inklusif dan
moderat.
Permasalahan yang harus
menjadi perhatian kita bersama adalah pemahaman peserta didik hanya sebatas
pada tingkat pemahaman konsep harmonisasi beragama saja, belum menyentuh kepada aplikasi moderasi beragama yang sebenarnya. Sebagai contoh, di Kabupaten Majalengka khususnya
di Kecamatan Jatitujuh yang mayoritas muslim,
akan
sedikit sulit untuk aktualisasi pemahaman moderasi beragamanya,
sehingga perlu adanya usaha dan inisiatif dari guru Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan untuk menyampaikan metode serta media yang sesuai
dengan pemahaman moderasi beragama.
Salah satu usaha
yang perlu dicoba adalah dengan cara
melakukan observasi/
kunjungan langsung dan penelitian ke
lembaga masyarakat yang masih eksis seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), kunjungan ke sekolah formal di luar madrasah dan ke
tempat lainnya. Dengan cara tersebut diharapkan peserta didik akan mengetahui
secara langsung harmoni kehidupan masyarakat berbeda agama di sekitar
wilayahnya, sehingga pemahaman moderasi
beragama menjadi pemahaman yang utuh dan menyeluruh yang bisa dimengerti oleh mereka
dengan harapan tumbuhnya rasa solidaritas antar sesama dan sikap saling menghargai. Namun demikian, tentu saja untuk menerapkan cara
harus dengan mengedepankan sopan
santun dan menggunakan etika beragama yang
benar agar tidak terjadi salah penafsiran atau salah pemahaman. Akhirnya
saya berharap setelah melakukan kegiatan ini peserta didik dapat memahami bahwa
keragaman yang ada di sekitar kita adalah kekayaan dan keindahan yang harus
dijaga bersama untuk kita bersatu padu dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.