Mudik, Idul Fitri, Momentum ”Charging” Kehangatan dan Keakraban Berwarga Negara

Oleh: DEDE ARIEF R.Guru PPKn MTsN 10 Majalengka & Ketua MGMP PPKn MTs Kabupaten Majalengka

 

Tidak terasa Bulan Ramadhan telah memasuki hari-hari akhir, artinya kaum muslim akan pula memasuki masa akhir puasanya. Tentu ada perasaan sedih, karena kita akan segera berpisah dengan bulan istimewa yang tak terhingga keberkahannya. Kita sedih, sebab kita tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi dengan bulan istimewa ini di tahun depan. Hanya Allah Yang Maha Kuasa yang mengetahuinya.

 

Namun disisi lain hati ini, ada kesukacitaan yang amat sangat, yakni menyambut hari kemenangan, Idul Fitri. Rasanya inilah salah satu kenikmatan mewah yang dirasakan oleh muslim yang telah taat berpuasa sebulan penuh. Seraya berharap segala amal ibadahnya diterima Allah dan mendapat maghfirah atas segala dosa yang telah dilakukan, sehingga kemudian  termasuk golongan orang yang kembali fitri,  suci layaknya bayi yang baru terlahir.

 

Menambah gempita dan antusiasme menyambut hari kemenangan, ada yang luar biasa, fenomena unik dan khas yang sudah menjadi tradisi -bahkan beberapa pemerhati budaya menyebutnya  sebagai suatu bentuk budaya- masyarakat (muslim) di Indonesia yaitu "mudik". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mudik   berarti ke udik atau pulang ke kampung halaman. Ya dalam menyambut dan merayakan Idul Fitri, masyarakat muslim di seluruh pelosok tanah air, bahkan dari berbagai pelosok dunia, secara kolosal melakukan perjalanan -yang bisa sangat panjang dan melelahkan- untuk menuju kampung halaman tercinta. Tradisi mudik tidak mengenal kasta atau derajat, semua level masyarakat, baik rakyat biasa, pengusaha kaya raya sampai pejabat tinggi, tumpah ruah melakukan perjalan ke udik. Mobilitas jutaan orang serta kendaraan dengan berbagai moda angkutan, terjadi, berlangsung dalam rukun waktu hampir bersamaan. Wajarlah bila kemudian kemacetan parah terjadi dimana-mana. Namun itulah “seninya” mudik. Seni yang begitu dinantikan untuk dinikmati bersama-sama.

 

Sangat mungkin tidak ada pergerakan orang sebanyak ini dalam  kurun waktu yang hampir bersamaan,  dibelahan dunia manapun, selain di Indonesia. Inilah negara dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia !

 

Mengingat luar biasa besarnya mobilitas mudik ini, maka pemerintah setiap tahun senantiasa berusaha memfasilitasi melalui berbagai kebijakan maupun bermacam sarana dan prasarana untuk mendukung kelancaran mudik idul fitri ini. Usaha yang tentu saja memang menjadi tugas dan kewajiban negara untuk membantu dan  melindungi keselamatan rakyatnya dalam menyambut hari besar agamanya (Idul Fitri).


Tentu tradisi mudik ini bukan saja tentang perjalanan panjang menuju udik untuk melepas rindu dan berlebaran. Terdapat nilai-nilai luhur yang selayaknya harus dimaknai dalam tradisi mudik ini, antara lain; pertama, nilai religius menyambut Idul Fitri dengan menjalankan sholat Idul Fitri di kampung halaman. Kedua, nilai silaturahmi  mempererat ikatan kekeluargaan dengan bersungkem pada orang tua dan keluarga. Ketiga,  nilai sosial dan kepeduliaan dengan berbagi rizqi (THR-istilahnya) dan kebahagian dengan sanak famili, sahabat dan  tetangga sekampung. Dan keempat, nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia, dengan memberi pesan jangan pernah melupakan, memutuskan hubungan batin dengan kampung halaman beserta keluarga didalamnya, meskipun sudah jauh merantau ke seberang lautan sekalipun.


Sebab, meskipun secara geografis, kampung/udik identik dengan daerah yang ada dipelosok, tradisional nan sepi, bahkan kerap termarginalkan dari kemajuan dan modernisasi. Namun kampung sangat kaya dengan nilai-nilai kebajikan pada masyarakatnya anatara lain kesederhanaan, kepedulian, kekeluargaan, gotong royong, ketulusan tak berpamrih serta keramahan dan kemurahan budi. Nilai-nilai yang mungkin sudah langka bahkan tidak dijumpai lagi pada sebagian besar masyarakat kota.


Momen Idul Fitri menjadi kesempatan yang sangat indah bagi kita untuk saling introspeksi diri, menyadari, mengakui kesalahan, keangkuhan, keserakahan dan arogansi serta perilaku tak terpuji lainnya untuk kemudian saling memaafkan satu sama lain. Tak ayal momen idul fitri seyogyanya mewujudkan suasana kehidupan masyarakat yang lebih lebih damai, akrab, penuh dengan kehangatan dilandasi rasa saling menyayangi dan mengasihi sesama. Menghapus segala pertikaian dan konflik yang mewarnai perjalanan waktu di masa lalu.


Mengambil hikmah dari fenomena tradisi mudik dan  momentum agung Idul Fitri, kita dapat menemukan kembali nilai-nilai  kampung nan luhur penuh kebajikan juga sekaligus dapat menginternalisasi nilai kesucian diri dan kasih sayang, -sebagai pesan suci Idul Fitri-, menikmatinya, untuk kemudiaan menjadi kekuatan semangat dalam jiwa tatkala kembali ke tempat tinggal masing-masing, di kota masing-masing. “From udik with wisdom and love”.

 

Selayaknyalah kita menjadikan mudik dan perayaan Idul fitri menjadi semacam media untuk men-charge kekuatan dan semangat  kita untuk membangun, memperkuat kembali kehangatan dan keakraban diantara warga negara, menyongsong hari-hari kedepan yang sarat kompetisi dengan berbagai dinamikanya. Sekaligus sepatutnya menjadi bekal spiritual dan mental menghadapi panasnya suhu politik menjelang pesta demokrasi, pemilu 2024 mendatang (terutama pemilihan presiden). Sebagaimana sudah diketahui, akhir tahun ini, November 2023 sampai Pebruari 2024 bangsa Indonesia akan memasuki masa kampanye. Secara empiris, bisa diprediksi akan terjadi polarisasi kekuatan dan dukung-mendukung diantara partai-partai politik maupun para calon presiden. Hiruk pikuk demokrasi berbalut fanatisme politik ini tentu sangat potensial mengganggu kehangatan dan keakraban berwarga-negara. Bahkan harus dianggap bisa mengoyak-rusak tatanan persatuan-kesatuan bangsa, sehingga kita harus menyadari, mewaspadai dan mencegah hal ini tidak terjadi. Keutuhan bangsa dan negara tetap harus menjadi orientasi tertinggi. Indonesia yang bersatu.


Semoga.


Selamat mudik saudara, semoga selamat sampai kampung halaman.

Selamat menyambut, merayakan Idul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin.

 

Salam  dari Tanah Subur,

17 April 2023

Lebih baru Lebih lama