Piala Dunia, Israel, Garuda Muda, dan Mahalnya Ongkos Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Oleh : DEDE ARIEF R. | Guru PPKn MTsN 10 Majalengka, Ketua MGMP PPKn MTs Kabupaten Majalengka                                                       

Hari-hari ini masyarakat Indonesia, dihangatkan oleh percakapan soal dihapusnya Indonesia dari status tuan rumah Piala Dunia U-20 oleh otoritas tertinggi sepak bola dunia, FIFA. Berkaitan dengan situasi yang dianggap FIFA tidak kondusif. Antara lain karena pernyataan sikap penolakan terhadap Tim Israel di Indonesia. Meskipun memang bukan pernyataan resmi pemerintah RI, tapi rupanya sudah cukup membuat FIFA baperan...hehe. Hingga mereka cancel tuh Indonesia dari tuan rumah PD U-20.

 

Reaksinya, munculah percakap-debatan penuh prokontra, apalagi di jagad maya, dengan komentar yang cukup keras, bahkan sarkasme. Sebagiannya merupakan cerminan kekecewaan atas kejadian ini. Memang inilah Indonesia, sepak bola dan politik -dengan idealisme dan pragmatisme yang mendampingnya- kerap beraduk-campur jadi barang yang seksi, mengundang banyak pihak ingin mengurusi organisasi tertinggi bal-balan negeri ini.

 

Sedianya desain politik luar negeri suatu negara niscaya diabdikan untuk menggapai kepentingan nasional negara tersebut. Model maupun strateginya tiada lain untuk menunjang capaian cita-cita negara-bangsa. Dirumuskan dalam tujuan negara dioperasionalkan dalam ujud bekerjanya fungsi-fungsi negara.

 

Demikian pula dengan politik luar negeri Indonesia. Politik luar negeri bebas aktif, adalah strategi negara untuk mencapai cita-citanya. Merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kongkritnya tersurat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 45, bahwa untuk mencapai cita tersebut, negara harus bertugas, menjalankan fungsinya yaitu, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut  melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan keadilan sosial.

 

Kita yakin bahwasannya "The Founding Fathers" negara besar ini berkhidmat, berkehendak bahwa tugas/fungsi khusus negara adalah poin 1, 2 dan 3 merupakan fungsi primer. Sedangkan poin fungsi ke-4 merupakan tujuan umum, fungsi sekunder. Sebagai strategi untuk menjaga eksistensi dan aktualisasi diri bangsa di tengah pergaulan internasional.

 

Implementasi kebijakan/politik luar negeri bebas aktif, tentu sangat membutuhkan kepiawaian dari para pembuat kebijakan begitupun para pelaksana kebijakan di pusat pun di daerah. Tak kecuali elemen infrastruktur politik seperti tokoh politik, organisasi massa, pemuda atau keagamaan maupun lembaga swadaya masyarakat. Piawai menghitung, menimbang untuk kemudian memutuskan mengeluarkan kebijakan tertentu. Sebab dampaknya sangat luas, baik dampak positif maupun negatif.  Seyogyanya menghitung agregat positif negatifnya dipandang dari aspek kepentingan bangsa Indonesia secara umum.

 

Kepentingan nasional wajib diprioritaskan. Tanpa mengabaikan usaha aktif bangsa ini memperjuangkan kemerdekaan bangsa lain di dunia (Palestina). Niscaya segala kebijakan akan mengundang prokontra. Itu rumus dalam kehidupan sosial. Tapi paling tidak dari prokontra itu, bangsa Indonesia, tetap menjadi "Pemenangnya'.

 

Kepiawaian bermanuver dalam kancah pergaulan internasional seperti ini, diajarkan Sang Proklamtor Bung Hatta dalam bukunya.  " Mendayung Antara dua Karang". Memberi gambaran  bagaimana kebijakan luar negeri Indonesia secara elegan dijalankan.


Sehingga kita bangsa Indonesia,  yang memang faktanya masih belum berdaulat sepenuhnya, banyak sekali bergantung pada pihak lain ( sesuai teori interdependensi dalam hubungan internasional), dapat bersikap bijaksana-bijaksini. Ada keluwesan. Kata urang Sunda mah, "herang caina,  beunang laukna'.

 

Kepentingan nasional terpenuhi, rakyat hepi (meski sejenak hehe...) dengan nonton anak bangsa terpilih, di Pasukan Garuda Muda,  maen bola di gelaran tertinggi PD.  Disisi lain kepentingan internasional juga terjaga, dengan tetap  pro pada perjuangan kemerdekaan palestina.

 

Namun apa mau dikata, pisang sudah menjadi kolak hehe... Indonesia sudah final dihapus dari tuan rumah Piala Dunia, serta merta Garuda Muda juga gagal tampil di ajang bergengsi yang sudah melahirkan megabintang sekaliber Messi dan Ronaldo ini.

 

Kini, mendukung terhadap arahan Presiden Jokowi, bahwa menyikapi kejadian menyedihkan ini,  tak usah terus saling menyalahkan, apalagi sampai saling menyerang, memburukkan satu sama lain.


Ya, mending padukan energi kita untuk move on, membangun prestasi sepak bola nasional setinggi-tingginya agar berdaulat. Artinya tak perlu bergantung sebagai tuan rumah untuk menjadi peserta.


Kita lolos dari kualifikasi. Itu keren, kelas banget !

 

Sembari mari berintrospeksi, bahwasannya;

Bila hendak murni dan konsekuen, konsisten pada cita/tujuan/konstitusi negara, ya sepatutnya secara konfrehensif, tidak parsial. Tdk hanya pada bidang atau hal yang isunya "seksi" seperti sepak bola, Israel vs Palestina' dsj. yang memang potensi mendulang popularitas atau sensasi.

 

Semisal pada kasus Rusia menginvasi Ukraina dan kini menganeksasinya, bagaimana ini ? bukankah ini bentuk perampasan kemerdekaan ?


Atau ada musuh nyata di dalam negeri, terstruktur, sistematis dan masif menghalangi fungsi negara meraih cita-cita Indonesia yang adil dan makmur, yaitu koruptor.


Koruptor ini, "Public Enemy" dan "State Enemy", bahkan musuh nomor satu, yang harus secara tegas, konsisten ditolak hadir dan hidup subur di negeri ini, sebab mereka bertentangan dengan kepentingan nasional, konstitusi apalagi dengan Pancasila.


Laksana monster gurita, tentakelnya sudah mencengkram segenap bagian badan negara - "Triascorruptio" - dari struktur atas hingga bawah.

 

Bila saja kita bisa konsisten, teguh terhadap segenap hal dengan tuntunan nilai-nilai idealisme Pancasila dan konstitusi, maka kita harus yakin bangsa ini dapat menjadi sejatinya bangsa merdeka, bersatu,  berdaulat, adil dan makmur.  Sehingga bemarwah tinggi di dunia internasional.

 

Melalui peristiwa yang viral di jagad global ini, paling tidak, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang teguh pada prinsip politik luar negerinya. Meskipun harus ditebus dengan ongkos yang amat mahal, baik material maupun moril. Tak apalah, bukankah setiap perjuangan meraih cita membutuhkan pengorbanan.

 

Semoga suatu ketika kita bisa menyaksikan Tim Garuda tampil di arena Piala Dunia, sambil berdoa suatu ketika pula kita jadi saksi sejarah bangsa Palestina dapat meraih kemerdekannya. 

Aamiin.

 

Salam dari Tanah Subur.

Sabtu, 1 April 2023.

 

Lebih baru Lebih lama