Oleh: Badrudin | Guru PPKn di MTs Negeri 3 Bogor
Madrasah sebagai lembaga pendidikan memiliki
fungsi dan tujuan yang besar dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas yang kelak akan membangun bangsa Indonesia dalam berbagai aspek
kehidupan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 3, yang
menyatakan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab", sehingga
pada akhirnya nanti bangsa Indonesia mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain
di kancah internasional.
Dalam mewujudkan tujuan Pendidikan tersebut diatas tidaklah mudah, hal ini dikarenakan banyaknya kendala yang dihadapi antara lain masalah bullying dan tawuran antar pelajar, oleh karena itu pihak madrasah harus membangun sinergitas program dengan pihak-pihak terkait sebagai upaya untuk mecegah terjadinya bullying dan tawuran antar pelajar. Menurut Covey (1989) yang dikutip melalui jurnal pembangunan pada student jurnal mengartikan sinergisitas sebagai: “Kombinasi atau paduan unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar daripada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul”. Covey menambahkan, “sinergitas akan mudah terjadi bila komponen-komponen yang ada mampu berpikir sinergi, terjadi kesamaan pandang dan saling menghargai”. Lebih lanjut, Covey menyatakan bahwa bersinergi lebih dari sekedar bekerjasama, karena bersinergi adalah menciptakan solusi atau gagasan yang lebih baik dan inovatif dari sebuah kerjasama, oleh karena itu hal ini dinyatakan oleh Covey sebagai suatu 'creative cooperation'.
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa
sinergitas dapat diartikan sebagai kegiatan gabungan atau kerjasama yang
dilakukan guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal dengan terhubung oleh
beberapa peran yang berbeda, namun terkait didalamnya. Oleh karena itu, seluruh
komponen yang terlibat dalam kegiatan madrasah diharapkan bersinergi agar tujuan
Pendidikan dapat tercapai.
MTs Negeri 3 Bogor sebagai sebuah lembaga pendidikan telah melakukan upaya pencegahan Bullying dan Tawuran antar pelajar yang saat ini dirasakan masih sering terjadi terutama di sekolah, yaitu salah satunya dengan diadakannya penyuluhan atau penyampaian informasi tentang bullying dan tawuran antar pelajar atas kerjasama antara MTs Negeri 3 Bogor dengan Kepolisian Resor Bogor sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut.
Bullying
Kata bullying berasal dari bahasa Inggris yang berarti
penggertak, orang yang menganggu orang yang lemah. Sedangkan arti
kata bully dalam Bahasa Indonesia adalah perundungan. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa arti kata bully adalah rundung, sedangkan bullying adalah
perundungan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata rundung memiliki
arti mengganggu, mengusik terus-menerus dan menyusahkan.
Bullying mengakibatkan banyak anak berhenti sekolah hanya karena takut
dibully, bahkan ada yang sampai bunuh diri karena tekanan yang sering menganggu
mentalnya. Adapun pandangan bullying menurut para ahli sebagai
berikut:
1. Ken Rigby. Bullying adalah
penekanan atau penindasan yang berulang-ulang secara psikologis atau fisik
terhadap seseorang yang memiliki kekuatan atau kekuasaan yang kurang oleh
seseorang atau kelompok orang yang lebih kuat.
2. Andrew Mellor. Bullying terjadi
ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan takut bila
perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi dan merasa tak berdaya untuk
mencegahnya.
3. Barbara Coloroso. Bullying adalah
tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan
untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror.
Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata
atau hampir tidak terlihat di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,
mudah untuk didefinisikan atau terselubung di balik persahabatan, dilakukan
oleh seseorang anak atau sekelompok orang.
Dari pandangan-pandangan di atas dapat disimpulkan
bahwa bullying berarti penindasan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk menganiaya orang lain yang lebih lemah secara sadar dan
disengaja yang bertujuan untuk menyakiti dan menakuti melalui ancaman agresi
dan menimbulkan teror.
Pada dasarnya bullying dibagi menjadi beberapa jenis antara
lain:
1. Bullying Fisik. Bullying jenis
ini sering kali kita temui, terutama di lingkungan sekolah. Biasanya
pelaku bullying akan melakukan kekerasan fisik, seperti mendorong,
menendang, memukul, dan lainnya yang berkaitan dengan fisik. Efek samping dari
pembullyan ini, korban akan memiliki bekas kekerasan yang dilakukan oleh
pelaku bullying, serta korban bullying akan dengan mudah
melaporkan pelaku bullying karena terdapat bekas luka pada
korban bullying.
2. Prejudicial Bullying. Merupakan
pembullyian terhadap ras dan golongan tertentu biasanya pelaku menirukan gaya
bicara korbannya dan menirukan kebiasaan sukunya.
3. Financial Bullying. Merupakan
jenis bullying yang memaksa korban untuk mengeluarkan uang atau benda
berharga miliknya.
4. Cyber Bullying. Bullying jenis
ini biasanya dilakukan di media sosial seperti internet di mana pelaku
berkomentar negatif pada postingan korban dan menyebarkan
video hoax mengenai korban.
5. Verbal Bullying. Bullying jenis
ini sering kali kita dengar atau bahkan kita juga pernah
melakukannya. Bullying ini biasanya dilakukan dengan mengolok-olok
nama panggilan mengancam atau menakut-nakuti si korban.
Dari uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa bullying merupakan
tindakan yang sangat buruk karena dapat merugikan orang lain bahkan dapat
merugikan diri kita sendiri. Ada beberapa faktor seseorang bisa mudah
dibully seperti: kemampuan adaptasi/bergaul yang buruk, pemenuhan
ekspektasi diri yang kurang, merasa diri rendah dan adanya pemenuhan kebutuhan
yang tidak terpuaskan di aspek lain dalam kehidupannya.
Dampak negatif yang ditimblkan dari pembullyan misalnya: mengalami
gangguan mental, seperti depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak,
ingin menyakiti diri sendiri, bahkan memiliki niat untuk bunuh diri, serta
menjadi pengguna obat-obatan terlarang dan takut atau malas pergi ke sekolah.
Dampak negatif dari bullying tersebut mengisyaratkan
bahwa bullying merupakan tindakan yang harus segera dicegah
dengan cepat karena jika tidak segera dicegah dapat menyebabkan banyak sekali
efek negatif lainnya.
Adapun cara untuk mencegah bullying antara lain:
1. Optimalisasi peran orang
tua/wali peserta didik.
Orang tua/wali harus mempelajari karakter anak agar
dapat mengantisipasi berbagai potensi intimidasi dan
tindakan bullying yang akan menimpa anaknya. Orang tua/wali harus
menjalin komunikasi dan perhatian yang besar dengan anak agar anak merasa
nyaman ketika bercerita kepada orang tua/wali ketika mengalami intimidasi atau
bentuk pembullyan lainnya. Walaupun terkadang ada anak yang tidak mau bercerita
kepada orangtuanya karena ada ancaman dari pelaku pembullyan atau bahkan ada
anak yang tidak ingin orangtuanya ikut campur terhadap masalah yang
dihasapinya.
Oleh karena itu, orang tua harus benar-benar mempertimbangkan saat yang
tepat ketika memutuskan untuk ikut campur menyelesaikan masalah anak. Ada
beberapa alasan orang tua/wali ikut campur, yaitu jikai masalah si anak tak
kunjung terselesaikan, kasus bullying terjadi berulang kali,
kasus bullying berupa pemerasan, prestasi belajar anak dapat
terganggu. Jika orang tua/wali ikut campur dalam masalah tersebut, orang tua/wali
harus berbicara dengan pihak tertentu agar dapat menyelesaikan masalahnya. Jangan
pernah biarkan atau mengajarkan anak lari dari masalah.
2. Peran Madrasah
Di samping peran orang tua/wali, peran madrasah sangat penting dalam pencegahan
bullying yang sepatutnya dilakukan oleh seluruh elemen madrasah termasuk para
guru yang harus saling bekerja sama untuk mengamati bila ada perubahan fisik
atau emosi peserta didik mereka, seperti terlihat ketakutan atau babak belur.
Para guru juga harus memperhatikan interaksi yang berbeda yang
ditunjukkan anak di madrasah maupun di rumah dan berupaya membina kedekatan
dengan teman-teman sebaya agar tercipta hidup rukun dan tidak ada niatan untuk
membully.
Selain intervensi orang tua/wali dan guru, keyakinan diri anak pun perlu
ditumbuhkan secara maksimal. Artinya, anak memiliki keyakinan yang positif akan
dirinya serta sesamanya. Keyakinan diri ini akan memberinya pandangan baik
terhadap sesama. Sesama tidak lagi dijadikan objek yang perlu diolok, disakiti
atau dipersekusi tetapi justru dilihat sebagai subjek yang bermartabat. Di sisi
lain keyakinan akan diri sendiri pun akan memberikan semangat yang kokoh dalam
menata diri untuk semakin baik. Pandangan positif akan diri didukung dengan
apresiasi diri (self reward). Semakin sering seseorang mengapresiasi dirinya
maka energi positif semakin mengakar dalam dirinya.
Upaya lain yang dapat dilakukan madrasah dalam mencegah terjadinya
bullying antara lain dengan penegakan tata tertib peserta didik yang ketat,
misalnya dengan pemberlakukan bobot pelanggaran dari yang paling ringan sampai
dengan yang paling berat. Madrasah harus berupaya secara maksimal jangan sampai
peserta didik terjerat hukum yang disebabkan oleh tindakan pembullyan yang
berakibat tercemarnya nama baik madrasah ditengah masyarakat.
Perlu diketahui oleh kita semua termasuk peserta didik bahwa hukuman bullying telah
diatur di dalam undang-undang, antara lain Pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak yang menjelaskan bahwa setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta
melakukan kekerasan terhadap anak, Pasal 351 KUHP tentang Tindak
Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang
Pengeroyokan, Pasal 310 dan Pasal 311
KUHP tentang Perundungan yang dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat
Martabat Seseorang, dan Pasal 289 KUHP tentang Pelecehan Seksual.
Bagi yang
melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 Juta. Hukuman bagi pelaku
bullying bisa lebih berat lagi apabila korban yang ia rundung bunuh diri. Dalam
Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur bahwa barangsiapa dengan
sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu,
atau memberi sarana kepadanya untuk itu, dapat diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun jika orang tersebut bunuh diri.
Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa apabila dalam peristiwa bullying mengandung hasutan
atau anjuran untuk bunuh diri hingga korban bunuh diri, maka pelaku dapat
dikenai dengan Pasal 345 KUHP.
Selain
gugatan secara pidana, seorang pelaku bullying juga dapat dikenai gugatan
secara perdata. Ini karena di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, korban juga memiliki aspek perdata sebagai hak untuk
menuntut ganti rugi secara meteril atau immateril terhadap pelaku pembullyan. Gugatan
secara perdata ini tercantum pada Pasal 71D Ayat (1) juncto Pasal 59 Ayat (2)
Huruf I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang secara umum memberikan
kesempatan kepada korban untuk mengajukan gugatan perdata untuk menunut ganti
rugi kepada pelaku kekerasan atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum
menggunakan Pasal 1364 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Tawuran
Sampai saat ini sepertinya tawuran masih menjadi
suatu kebiasaan dan trend dikalangan pelajar. Tanpa melihat dirinya masih
berstatus pelajar dan masih memakai seragam sekolah, aksi tawuran ini sering
dilakukan setelah jam pelajaran selesai (pulang sekolah). Hal ini dapat
dibuktikan dengan masih banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi.
Pengertian tawuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan secara beramai-ramai.
Sementara menurut Rais (1997), tawuran adalah perkelahian antar pelajar adalah
salah satu perbuatan yang sangat tercela yang dilakukan oleh seorang atau
kelompok pelajar kepada pelajar lain atau kelompok pelajar lain. Jadi, kegiatan
berupa perkelahian massal, dari keompok manapun, usia berapapun, bisa dikatakan
sebagai tawuran. Pendapat lain mengatakan tawuran adalah salah satu kegiatan
interaksi manusia yang saling merugikan, karena satu pihak dengan pihak yang
lain berusaha saling menyakiti secara fisik baik dengan atau tanpa alat bantu.
Ada beberapa penyebab terjadinya tawuran,
antara lain:
1. Tawuran bisa terjadi karena pengaruh
lingkungan, termasuk di dalamnya media yang menyuguhkan pemberitaan-pemberitaan
perlakuan anarkis yang kemudian mereka tonton, yang dimaksudkan tontonan ini
dapat berupa demonstrasi anarkis yang biasanya dilakukan oleh para kelompok
kontra pemerintah. Tindakan yang mereka lakukan terkadang sampai merusak dan
baku hantam dengan petugas keamanan. Perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian
secara tidak langsung memberikan dampak negatif pada anak-anak dan menciptakan
pola pikir yang salah dalam perkembangan anak-anak usia sekolah.
2. Minimnya pandampingan orang tua terhadap
anak-anak usia sekolah. Peran serta orang tua dalam lingkup keluarga jelas
merupakan faktor yang sangat mutlak diperlukan bagi tumbuh kembangnya anak.
Pembimbingan keluarga sangat menentukan pola pikir dan perbuatan anak. Anak
yang dibimbing dengan baik dalam keluarganya biasanya memiliki rasa tanggung
jawab tinggi terhadap diri sendiri dan keluarga.
3. Kurangnya area bermain. Tawuran kemungkinan
terjadi karena kurangnya area bermain. Kita lupa bahwasanya kita pernah
mengalami masa anak-anak. Sekarang banyak anak-anak yang hilang masa
kanak-kanaknya akibat tidak adanya fasilitas. Mungkin ada, tapi itu sudah
menjadi milik anak-anak yang memiliki uang, contohnya bermain di pusat
perbelanjaan, bermain futsal dilapangan yang harus disewa, dan lain-lain yang
kemudian harus menguras “kocek” yang tidak sedikit.
4. Ikatan yang lebih kepada teman. Ikatan inilah
yang menyebabkan pelajar ikut serta dalam tawuran. Bukan hanya ikatan kepada
teman, tetapi peran alumni pun cukup besar dalam perilaku tawuran. Oleh karena
itu, kontrol sosial dari madrasah sangatlah penting untuk dilakukan.
Tawuran yang kerap kali dilakukan oleh pelajar
perlu mendapatkan perhatian oleh semua pihak misalnya dengan melakukan “pembinaan”
(bukan hukuman berat) karena masa depan bangsa kita sangat tergantung pada
anak-anak tersebut, sehingga setiap kebijakan perlu menyentuh sampai kepada
lapisan anak-anak. Selain itu, pemerintah perlu menyediakan fasilitas olahraga
atau tempat bermain untuk anak-anak. Bisa saja dengan mempergunakanfasilitas
yang sudah ada atau bahkan membangun tempat olahraga yang bebas biaya kepada
anak-anak sekolah, dengan menggunakan kartu pelajar sebagai tiket masuknya. Fasilitas
tersebut juga berguna mendidik anak-anak untuk lebih berorientasi pada prestasi
selain untuk mencegah terjadinya tawuran.
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 59 tentang Perlindungan Anak, para
remaja pelaku tawuran termasuk dalam golongan anak korban perlakuan salah yang
seharusnya mendapatkan perlindungan khusus dari Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan lembaga negara lainnya. Perlindungan yang dimaksud adalah dalam bentuk
bimbingan nilai agama dan nilai moral, konseling, dan pendampingan sosial. Hal
tersebut perlu dilakukan karena para remaja mengambil keputusan untuk melakukan
tawuran karena adanya faktor eksternal.
Melindungi anak dari hal yang dapat memicu terjadinya konflik
sosial seperti tawuran, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak telah menginisiasi lahirnya Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan
dan Anak dalam Konflik Sosial. Salah satu program tersebut adalah pendidikan
damai dan keadilan gender. Dalam kegiatan ini, anak-anak dan remaja diajarkan
agar tidak melakukan aksi tawuran.
Selain itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua atau guru
di madrasah untuk mencegah terjadinya tawuran, antara lain:
1. Tanamkan bahwa kekerasan
bukanlah solusi penyelesaian masalah, maka ada banyak cara yang bisa dilakukan
untuk menyelesaikan masalah.
2. Mengelola kecerdasan emosi
anak agar tidak meluap pada tempat yang salah. Berikan mereka ruang untuk
menuangkan emosinya di madrasah. Seperti ruang konsultasi, ruang kebebasan
berpendapat dan lainnya.
3. Bimbing untuk melakukan
kegiatan positif dan padat namun menyenangkan.
4. Tanamkan sifat simpati dan
empati kepada anak.
Jika dilihat dari sisi hukum, tawuran
merupakan suatu bentuk tindak pidana, karena pada umumnya tawuran melanggar
Pasal 170, 351, 355, 358 KUHP yang merupakan bentuk kejahatan, dan Pasal 489
KUHP yang merupakan pelanggaran. Namun dalam penerapan pasal-pasal tersebut
harus dilihat terlebih dahulu unsur-unsur yang ada dalam tawuran, karena pada
masalah tawuran antar pelajar tidak ada pertanggungjawaban pidana jika pelaku
merupakan seorang anak yang dianggap sebagai kenakalan saja, maka untuk
penyelesaiannya hanya dapat digunakan melalui sistem peradilan anak, maupun
melalui upaya diversi (sebuah upaya untuk menncegah anak masuk kedalam sistem
peradilan anak) yang hanya dapat dilaksanakan atas seijin korban dan
keluarganya serta kesediaan dari pelaku dan keluarganya. Untuk sanksi hukum
diberlakukan bagi para pelajar tawuran perorangan maupun tawuran pelajar
berkelompok jika pelajar terbukti terlibat perkelahian dan atas perbuatannya
tersebut harus dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum yang berlaku.
Tawuran antar pelajar yang terjadi ditengah
masyarakat saat ini dirasakan cukup ekstrim. Hal ini dapat diluhat dengan adanya
korban jiwa yang berjatuhan (luka-luka sampai meninggal dunia) dan terbukti membawa
senjata tajam. Ada dua kategori perilaku anak yang membuat ia bisa berhadapan
dengan hukum:
1. Status offence, yaitu
perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap
sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari
rumah.
2. Juvenile delinquency, yaitu
perilaku anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa maka dianggap sebagai
kejahatan atau pelanggaran hukum.
Di dalam
Pasal 45 KUHP mengenai anak-anak dapat dijatuhkan ke dalam sidang pengadilan,
apabila anak tersebut telah mencapai usia 16 tahun. Sedangkan dalam UU No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 ayat (3) menetapkan
batas usia anak yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi pidana sangat berbeda. Pasal
tersebut berbunyi, anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut
anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang
diduga melakukan tindak pidana.
Pelajar yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang melibatkan beberapa orang, masing-masing bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan olehnya dan akan diancam:
1. Pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu
ada yang luka-luka berat.
2. Pidana penjara paling lama
4 (empat) tahun jika akibatnya ada yang mati.
Demikianlah
paparan yang disampaikan oleh KBO Binmas Polres
Bogor (Iptu Jajang) dalam kegiatan Pembinaan Anti Bullying dan Anti Tawuran
kepada peserta didik MTs Negeri 3 Bogor sebagai upaya pencegahan Bullying dan
Tawuran antar pelajar dengan tujuan agar dimadrasah tidak terjadi kasus
bullying maupun tawuran antar pelajar, sehingga nama baik madrasah tetap
terjaga ditengah masyarakat, dan kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan
putera/puterinya di madrasah semakin meningkat yang pada akhirnya tagline
MADRASAH MANDIRI BERPRESTASI dapat terwujud.
Semoga
bermanfaat.