Oleh: Badrudin (Guru PPKn di MTs Negeri 3 Bogor)
Hampir setiap hari dan hampir disepanjang
jalan, akhir-akhir ini kita menjumpai ondel-ondel yang merupakan salah satu
seni khas dari Suku Betawi. Suku Betawi adalah salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki kekerabatan etnis dengan Jawa, Melayu dan Sunda. Umumnya, Orang Betawi mendiami wilayah Jakarta dan daerah sekitarnya yang biasa kita kenal dengan
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
Kemunculan Betawi
pertama kali pada abad ke-18 sebagai suatu komunitas dari beberapa etnis yang
menetap di Batavia. "Betawi" berasal dari kata "Batavia"
yang lama kelamaan berubah menjadi "Batavi", dari kata "Batawi"
lalu kemudian berubah menjadi "Betawi" (disesuaikan dengan lidah
masyarakat lokal). Secara historis, suku Betawi merupakan masyarakat multietnik
yang membaur dan membentuk sebuah entitas baru. Suku Betawi terlahir karena
adanya percampuran genetik atau akulturasi budaya antara masyarakat yang
mendiami Batavia. setelah adanya percampuran budaya, adat-istiadat, tradisi,
bahasa, dan yang lainnya, akhirnya dibuat sebuah komunitas besar di Batavia.
Komunitas ini lama kelamaan melebur menjadi suku dan identitas baru yang
dinamakan Betawi. Penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku diawali
dengan pendirian sebuah organisasi bernama Pemoeda Kaoem
Betawi yang lahir pada tahun 1923.
Dalam sejarahnya, Ondel-Ondel Masuk ke
Batavia atau Jakarta pada abad ke 17 ketika terjadinya penyerangan Mataram kepada VOC
Batavia. Ondel-Ondel menghiasi jalan selama festival selamatan saat peresmian sayap baru Hotel Des Indes, 1923. Kesenian ondel-ondel pada zaman dahulu disebut
barongan. Ini adalah salah satu pengaruh budaya Jawa-Bali, dilihat dari bentuk
topengnya yang cenderung mirip dengan barong, tidak seperti sekarang yang sudah
dirubah dan dimodernisasi. Pada zaman dahulu ondel-ondel dipercaya bisa
mengusir roh jahat dan menjaga.
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang
sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini menjadi
wilayah Betawi. Walau pun pertunjukan rakyat semacam itu terdapat pula di
beberapa tempat lain seperti di Priangan dikenal dengan sebutan Badawang yang
sudah ada sejak pasca Perang
Bubat yang dibawa pejabat
sunda yang masih hidup dengan membawa berbagai kesenian dari majapahit Seperti Angklung
Reog, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan nama Barong
Landung yang merupakan jenis Barong
Bali yang dibawa Raja Airlangga saat
menyelamatkan diri. Menurut perkiraan jenis pertunjukan ini sudah ada sejak
sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa.
Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk
teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau
nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat
dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan bekakak
dalam upacara potong bekakak di gunung gamping di sebelah selatan kota
Yogyakarta, yang diselenggarakan pada buIan safar setiap tahunnya.
Ondel-ondel berbentuk boneka besar dengan
rangka anyaman bambu dengan ukuran kurang lebih 2,5 m, tingginya dan garis
tengahnya kurang dari 80 cm. Dibuat sedemikian rupa agar pemikul yang berada
didalamnya dapat bergerak agak leluasa. Rambutnya dibuat dari ijuk, duk kata
orang Betawi. Mukanya berbentuk topeng atau kedok, dengan mata bundar (bulat)
melotot. Ondel-ondel yang menggambarkan laki-laki mukanya bercat merah, yang
menggambarkan perempuan bermuka putih atau kuning. Ondel-ondel biasanya
digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, seperti mengarak pengantin sunat dan
sebagainya. Lazimnya dibawa sepasang saja, laki dan perempuan. Tetapi dewasa
ini tergantung dari permintaan yang empunya hajat. Bahkan dalam
perayaan-perayaan umum seperti ulang tahun hari jadi kota Jakarta, biasa pula
dibawa beberapa pasang, sehingga merupakan arak-arakan tersendiri yang cukup
meriah. Disamping untuk memeriahkan arak-arakan pada masa yang lalu,
ondel-ondel biasa pula mengadakan pertunjukan keliling, atau Ngamen. Terutama
pada perayaan-perayaan Tahun Baru, baik masehi maupun lmlek.
Ondel-ondel pada zaman dahulu digunakan juga
sebagai penolak bala dan penjaga kampung. Biasanya ia diarak saat ada pagebluk
(wabah) yang melanda kampung, selametan, hajatan besar (Cap
Go Meh, dan lain-lain) atau
sedekah bumi setelah panen raya. Karenanya bentuk ondel-ondel laki-laki yang
asli lebih seram dengan mata melotot dan adanya gigi taring. Awalnya ia juga
dikenal dengan sebutan "barongan". Kata "ondel-ondel"
menjadi lebih populer ketika Benyamin Sueb membawakan lagu "Ondel-ondel"
pada tahun 1971 dalam irama gambang kromong yang digubah oleh Djoko Subagyo. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan
untuk menambah semarak pesta-pesta rakyat, atau diarak untuk mengamen.
Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel masih bertahan dan menjadi
penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
Musik yang mengiringi ondel-ondel tidak
menentu, tetapi biasanya diiringi dengan irama gambang kromong dan tanjidor. Ada juga yang di iringi dengan silat pencak betawi,
marawis, hadroh dan rebana ketimpring. Pada umumnya,
pementasan ondel-ondel diiringi oleh musik pengiring dan pencak silat diantaranya:
dua buah gendang yang dimainkan oleh dua orang, satu
buah rebana/kecrekan yang dimainkan oleh satu
orang, satu buah gong yang dimainkan oleh satu orang, satu
buah kong'ahyan/tehyan yang dimainkan oleh satu orang, satu orang yang
melakukan pencak silat yaitu Pencak
Bunga Kembang, dan toa (speaker/pengeras suara).
Ondel-ondel mengandung simbol dan makna yang
mendalam, antara lain:
1. Topeng ondel-ondel lelaki warna merah memiliki
arti laki-laki harus pemberani dan gagah perkasa, sementara topeng perempuan
yang berwarna putih mengandung arti harus menjaga kesucian.
2. Kembang kelapa di atas kepala ondel-ondel berarti
kekuatan.
3. Pohon kelapa memiliki akar kuat yang semua unsur
tubuhnya bisa dimanfaatkan.
4. Sepasang ondel-ondel juga punya nama yaitu Kobar
untuk laki-laki dan Borah untuk perempuan. Kobar menyimbolkan manusia harus
mencari nafkah di dunia, sedangkan Borah adalah simbol akhirat, yaitu manusia
harus selalu berbuat baik dan ingat kepada Tuhan.
5. Beberapa wujud ondel-ondel ada yang menyeramkan dengan
rambut gimbal dan gigi bertaring. Ini dimaksudkan agar roh jahat takut dengan
wajah raksasa yang menyeramkan, sehingga tidak mengganggu manusia.
Selain itu, dulunya banyak sesajen dan upacara
sebelum pertunjukan ondel-ondel dengan maksud mengusir roh jahat serta filosofi
kehidupan. Saat ini memang
pertunjukkan ondel-ondel menjadi lebih sedikit karena generasi modern lebih
menyukai hiburan seperti film atau band. Meski begitu, di Jakarta masih sering
dijumpai ondel-ondel, baik untuk keperluan hiburan, perayaan, atau sekedar
pajangan.
Semoga bermanfaat.
-----
Sumber:
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=21