Oleh: Badrudin (Guru PPKn di MTs Negeri 3 Bogor)
Konvensi
Internasional Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) |
“Wahai manusia! Sungguh,
Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.”
(Q.S. Al
Hujurat ayat 13)
Ayat Al-Qur’an diatas berisi tentang prinsip
dasar hubungan manusia. Ayat tersebut menegaskan kesatuan asal-usul manusia
dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan dan Allah SWT mengingatkan,
jangan sampai manusia merasa bangga atau merasa lebih tinggi dari bangsa atau
suku tertentu. Tujuan ayat ini
adalah agar manusia saling mengenal sehingga dapat memberi manfaat pada sesama.
Salah satu suku didunia ini adalah Suku Melayu yang merupakan salah satu kelompok etnis di wilayah Austronesia yang menempati wilayah
pesisir timur Sumatera, Semenanjung Melaka, dan beberapa wilayah
di Kalimantan. Selain itu, kelompok etnis
ini juga dapat dijumpai di pulau-pulau kecil yang tersebar diantara wilayah
besar tersebut. Wilayah-wilayah persebaran ini seringkali disebut sebagai dunia Melayu. Wilayah-wilayah tersebut
pada masa sekarang merupakan bagian dari negara Malaysia, Indonesia (Sumatra bagian timur dan
selatan, pesisir pantai Kalimantan, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau),
bagian selatan Thailand (Pattani, Satun Sngkhla, Yala, dan Narathiwat),
Singapura, dan Brunei Darussalam.
Secara historis, populasi suku Melayu
merupakan turunan langsung dari orang-orang suku Austroasiatik Austronesia yang menuturkan
bahasa-bahasa Melayik yang
menjalin kontak dan perdagangan dengan kerajaan, kesultanan, ataupun pemukiman
tertentu (terutama dengan kerajaan Brunei, Kedah, Langkasuka, Gangga
Negara, Chi Tu, Nakhon Si Thammarat, Pahang, Melayu, dan Sriwijaya). Perkembangan
dan pendirian Kesultanan
Melaka pada abad ke-15 menyebabkan revolusi besar-besaran pada
sejarah bangsa Melayu. Hal tersebut terjadi karena kesultanan tersebut membawa
perubahan yang sangat signifikan pada tata kebudayaan dan kesultanan tersebut
meraih kejayaan pada masa tersebut.
Menurut catatan sejarah, suku Melayu telah
dikenal sebagai komunitas pedagang lintas perairan dengan karakteristik budaya
yang dinamis. Mereka dapat menyerap, berbagi, dan menyalurkan sekian banyak keunikan kebudayaan dari
kelompok etnik lain, seperti kebudayaan Minang dan Aceh.
Kata Melayu pada awalnya merupakan nama
tempat (toponim) yang merujuk pada suatu lokasi di Sumatra. Setelah abad ke-15
istilah Melayu mulai digunakan untuk merujuk pada nama suku (etnonim). Dalam
karya sastra dan hikayat, kata "Melayu" kemungkinan berasal dari nama
salah satu sungai di Sumatra, Indonesia, yakni Sungai Melayu. Beberapa orang
berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari sebuah kata yang berasal
dari bahasa
Melayu, yakni "melaju" yang berasal dari awalan 'me'
dan akar kata 'laju',
yang menggambarkan kuatnya arus pada sungai tersebut.
Berdasarkan Prasasti
Padang Roco (1286) di Sumatra Barat, ditemukan kata-kata bhumi malayu dengan ibu kotanya di Dharmasraya.
Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malayu dan Sriwijaya yang
telah ada di Sumatra sejak abad ke-7. Kemudian Adityawarman memindahkan
ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di Pagaruyung.
Kata "Melayu" dipopulerkan oleh
Kesultanan Melaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Melaka dengan kultur
asing yakni Jawa dan Thai. Dalam perjalanannya, Melaka tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun
juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.
Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad
ke-12, diserap baik-baik oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi
di kalangan masyarakat jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan
kerajaan-kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, Kesultanan
Langkat, Kesultanan Deli,
dan Kesultanan Siak, bahkan kerajaan Karo Aru pun memiliki raja dengan gelar Melayu. Kedatangan Eropa telah
menyebabkan orang Melayu tersebar ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak memiliki
kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan hakim.
Dalam perkembangan selanjutnya, hampir
seluruh Kepulauan Nusantara mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu.
Bahasa Melayu yang telah berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat
Nusantara, akhirnya dipilih menjadi bahasa nasional di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa utama dunia dan diturunkan
dari rumpun bahasa Austronesia. Ragam dan dialek bahasa Melayu digunakan
sebagai bahasa resmi di Brunei, Malaysia, Indonesia dan Singapura. Bahasa
tersebut juga digunakan di Thailand bagian selatan, Kepulauan
Cocos, Pulau Natal,
dan Sri Lanka. Bahasa ini memiliki penutur jati sekitar 33
juta orang di seluruh Kepulauan Melayu dan
digunakan sebagai bahasa kedua oleh sekitar 220 juta orang.
Era Melaka ditandai dengan transformasi
bahasa Melayu menjadi Bahasa bernuansa Islam, seperti halnya bahasa Arab, Persia, Urdu, dan Swahili. Abjad Arab kemudian diadaptasi untuk menulis bahasa Melayu yang
disebut sebagai Abjad Jawi digunakan untuk menggantikan aksara
India. Selain itu, istilah agama dan budaya Islam diserap kedalam bahasa
Melayu, sehingga membuang banyak kata-kata bercorak Hindu-Budha, sehingga
bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar dan penyebaran Islam di seluruh Tenggara
wilayah Asia. Pada puncak kekuasaan Kesultanan Melaka pada abad ke-15, bahasa
Melayu Klasik menyebar ke luar dunia berbahasa Melayu tradisional sehingga
menyebabkan bahasa Melayu menjadi sebuah bahasa antara di
wilayah tersebut. Melalui perdagangan pada akhirnya menciptakan
beberapa bahasa baru seperti Bahasa Melayu
Ambon, Melayu
Manado, dan juga Bahasa Betawi.
Bahasa Melayu secara historis ditulis menggunakan
aksara Pallawa, Kawi, dan Rencong. Setelah kedatangan Islam, suatu tulisan
yang berasal dari Abjad Arab, Abjad Jawi, diadopsi dan masih digunakan sampai
sekarang sebagai salah satu dari dua aksara resmi di Brunei dan sebagai aksara
alternatif di Malaysia. Mulai dari abad ke-17, sebagai akibat dari penjajahan Inggris dan
Belanda, Jawi secara bertahap digantikan oleh aksara Rumi yang
berbasis dari alfabet
Latin. yang akhirnya menjadi sistem penulisan modern resmi
untuk bahasa Melayu di Malaysia, Singapura, dan Indonesia, dan aksara ko-resmi
di Brunei Darussalam.
Suku Melayu dengan sejarah panjangnya telah
memberikan kontribusi positif terhadap peradaban umat manusia baik dibidang
ilmu pengetahuan, teknolohi, politik, sosial, budaya dan lain-lain serta
perkembangan agama Islam di dunia. Hal ini terbukti dengan lahirnya para tokoh dari
Suku Melayu, antara lain: Ismet Fanany (ahli bahasa, guru besar Universitas Deakin Melbourne), Khaidir Anwar (ahli sosiolinguistik, akademisi, Universitas
London), Norma Yaakob (hakim di Mahkamah Pusat Keuangan
Internasional, Dubai), Gemala Hatta (Presiden alumni APEC Women
Information Community), Sheikh
Muszaphar Shukor (ahli
ortopedi, angkasawan), Maizar Rahman (Sekjen OPEC, ketua dewan
gubernur OPEC), Halimah Yacob (The 500 Most
Influential Muslims), Ahmad
Khatib Al-Minangkabawi (mufti Mazhab Syafi'i), Yasin
Al-Fadani (pendiri Darul Ulum
al-Diniyyah, Mekkah, Arab Saudi), dan lain-lain.
Dengan banyaknya tokoh diatas, sudah
semestinya kita mengenal dunia melayu dan dunia Islam. Dunia melayu adalah
sebuah konsep yang dalam jangkauan teritorial terluasnya dapat diterapkan untuk
suatu kawasan yang identik dengan Austronesia, tanah air bagi suku
bangsa Austronesia, yang membentang dari Pulau Paskah di timur ke Madagaskar di
Barat. Gambaran seperti itu berasal dari pengenalan istilah ras Melayu pada
akhir abad ke-18 yang telah dipopulerkan oleh orientalis untuk menggambarkan suku bangsa Austronesia. Dalam arti yang lebih sempit, dunia Melayu
telah digunakan sebagai Sprachraum (wilayah geografis di mana bahasa pertama yang sama,
dengan variasi dialek, atau kelompok bahasa diucapkan), mengacu pada negara dan wilayah berbahasa
Melayu di Asia Tenggara, di mana standar bahasa Melayu yang
berbeda adalah bahasa
nasional, atau variasinya adalah bahasa minoritas yang penting.
Istilah tersebut dalam pengertian ini mencakup Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan, dan kadang-kadang digunakan secara
bergantian dengan konsep "Kepulauan Melayu"
dan "Nusantara".
Sebagai alternatif, para sarjana modern
memperbaiki gagasan dunia Melayu yang diperluas ini, alih-alih
mendefinisikannya sebagai suatu area politik dan budaya. Dalam konteks ini, dunia Melayu direduksi
menjadi suatu kawasan yang merupakan tanah air bagi orang-orang Melayu, yang secara historis diperintah oleh kesultanan-kesultanan
Melayu yang berbeda, di mana berbagai dialek bahasa Melayu dan
nilai budayanya adalah dominan. Daerah ini meliputi Semenanjung Malaya, daerah pesisir sumatera dan Kalimantan serta pulau-pulau kecil di antaranya.
Penggunaan konsep ini yang paling menonjol
adalah pada awal abad ke-20, yang dianut dengan gaya iredentis (konsep politik di mana suatu negara berhasrat
untuk menganeksasi wilayah yang dikuasai oleh negara lain atas dasar persamaan
etnis, keterkaitan sejarah dan budaya, baik aktual maupun hanya dugaan), oleh para
nasionalis Melayu dalam
bentuk "Indonesia
Raya (politik)" (Melayu Raya),
sebagai aspirasi untuk perbatasan "alami" atau yang diinginkan dari
sebuah bangsa modern bagi ras Melayu. Istilah
"Alam Melayu" tidak ada sebelum abad ke-20. Sastra-sastra Melayu
klasik seperti Sejarah Melayu dan Hikayat
Hang Tuah tidak menyebutkan istilah semacam ini. Istilah ini
baru berkembang setelah tahun 1930, dengan contoh pertama yang tercatat berasal
dari Majalah Guru, sebuah majalah bulanan negeri Malaya, dan
koran Saudara, yang diterbitkan di Penang dan beredar di seluruh Negeri-Negeri Selat. Istilah "Alam Melayu" berkembang
dan menjadi populer setelah munculnya gerakan nasionalisme Melayu pada
perempat kedua abad ke-20.
Sedangkan Dunia Islam merupakan istilah
yang memiliki beberapa arti. Dari segi budaya, istilah ini merujuk
pada komunitas Muslim sedunia, pengikut ajaran Islam. Dari sisi sejarah atau geopolitik,
istilah ini biasanya merujuk kepada negara mayoritas Muslim atau negara yang
Islam menonjol dalam politiknya. Komunitas Muslim sedunia juga dikenal secara
kolektif sebagai "ummah". Islam menekankan perpaduan dan pembelaan
sesama Muslim. Dunia Muslim juga merupakan istilah untuk negara-negara yang
memiliki polulasi muslim terbanyak.
Mengingat orang yang bersuku Melayu telah
tersebar ke seluruh dunia dan telah berperan dalam meningkatkan kualitas
manusia dan dalam berbagai bidang sebagaimana disebutkan diatas, maka untuk
terus meningkatkan kontribusi positif suku melayu dan Islam di dunia
internasional salah satunya dengan membentuk sebuah organisasi yang bernama
Dunia Melayu Dunia Islam atau DMDI (The Malay and Islamic World).
DMDI ditubuhkan atau didirikan pada tanggal 14
Oktober 2000 sebagai hasil dari Resolusi Konvensyen Dunia Melayu Dunia Islam
pertama serta dipimpin olehYBhg Tan Sri Dr. Hj. Mohd. Ali Bin Hj Mohd. Rustam
selaku Presiden DMDI. Ia merupakan sebuah Syarikat Kerajaan Negeri Melaka yang
bertindak untuk mempromosi kesatuan dan perpaduan di antara umat Melayu-Islam
di samping menggalakkan kerjasama dalam segala aspek pembangunan di antara
umat-Melayu Islam dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Visi DMDI adalah “Menyatukan
umat muslim bangsa Melayu yang tersebar di seluruh dunia” dan Misi DMDI adalah:
1. Menyelaraskan program-program pertemuan/seminar
“lokakarya”/konvensyen di lokasi-lokasi berlainan serta memantau
program-program pembangunan umat Melayu-Islam seluruh dunia.
2. Merumuskan dasar-dasar hubungan umat Melayu-Islam sedunia
bagi memudahkan kerjasama dalam pelbagai bidang terutamanya aspek Ekonomi,
Sosio-Budaya, Belia, Wanita dan Pendidikan.
3. Mewujudkan mekanisme yang membolehkan bantuan serta
perkhidmatan digembleng bagi manfaat masyarakat Melayu-Islam yang kurang mampu
dan memerlukan.
4. Menjadi badan bebas yang mempromosi kesatuan dan
perpaduan di antara umat Melayu-Islam sedunia di samping menggalakkan kerjasama
di antara umat Melayu-Islam dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tujuan DMDI adalah:
1. Menjalin silaturrahim sesama bangsa Melayu di seluruh
dunia.
2. Memajukan Perekonomian.
3. Memajukan Pendidikan dan kebudayaan
4. Melestarikan nilai-nilai sejarah dan perjuangan.
5. Mewujudkan perdamaian, dan
6. Melaksanakan dakwah Islamiah.
Untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan
DMDI antara lain melalui Konvensyen Dunia Melayu Dunia Islam pada setiap
tahunnya secara bergantian diantara negara-negara anggota DMDI. Adapun Anggota
DMDI saat ini adalah: Afrika Selatan, Arab Saudi, Australia, Bangladesh, Bosnia
Herzegovina, Belanda, Brunei Darussalam, China, Filipina, Indonesia, Inggris,
Kamboja, Kanada, Madagaskar, Maladewa, Malaysia, Mesir, Selandia Baru,
Singapura, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste.
Demikian catatan penulis sebagai salah
seorang delegasi Indonesia pada kegiatan Konvensyen Dunia Melayu Dunia Islam
ke-15 di Melaka, Malaysia (Anggota Komisi Pendidikan).
Semoga bermanfaat.
-----------
Sumber lain:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Melayu
Portal Rasmi Dunia Melayu Dunia Islam