Mengenal Indonesia (3): Yogyakarta JALAN MALIOBORO

Oleh: Badrudin | Guru PPKn di MTs Negeri 3 Bogor



Tidaklah lengkap rasanya jika kita berkunjung ke Yogyakarta tanpa mengunjungi Malioboro yang terletak di antara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tugu Pal Putih. Jalan Malioboro menjadi tempat oleh-oleh, belanja serta wisata kuliner. Pada malam hari sepanjang jalan Malioboro akan lebih padat dan ramai lagi karena banyak seniman yang mengekspresikan kemampuannya seperti musik, pantomim, melukis dan lainnya. Jalur pedestrian yang dilengkapi dengan beberapa tempat duduk disiapkan Pemerintah Kota Yogyakarta, agar wisatawan dalam negeri maupun mancanegara lebih nyaman dan menikmati suasana Malioboro. Kawasan Malioboro selalu padat dikunjungi wisatawan, meski tidak berbelanja.

 

Mengenai penamaan Malioboro, setidaknya ada empat teori terkait asal usul nama Jalan Malioboro:

1.  Teori pertama berpendapat bahwa nama Malioboro diambil dari gelar John Churchill sebagai Adipati Marlborough Pertama (1650-1722), jenderal dari Inggris yang paling terkenal pada masanya. Nama ini digunakan untuk benteng pertahanan inggris di Bengkulu yang dinamakan Benteng Marlborough. Namun, teori ini dibantah oleh sejarawan Peter Carey yang mengemukakan bahwa tidak mungkin jalan yang digunakan sebagai jalan utama bagi Kesultanan Yogyakarta berasal dari nama Inggris.

2.  Teori kedua dikemukakan tokoh asal Jogja yang berpendapat nama Malioboro mungkin berasal dari nama penginapan (pesanggrahan) yang digunakan Jayengrana (Amir Hamzah) tokoh utama Cerita Menak yang mengadopsi Hikayat Amir Hamzah.

3.  Teori ketiga berasal dari Peter Carey yang berpendapat nama Malioboro berasal dari bahasa Jawa "maliabara" yang diadopsi dari bahasa Sanskerta "malyabhara" yang berarti "dihiasi karangan bunga". Hal ini berdasarkan teori nama "Ngayogyakarta" berasal dari bahasa Sanskerta "Ayodhya" (bahasa Jawa: Ngayodya), ibu kota kerajaan Rama di epos Ramayana sehingga wajar bila kesultanan menggunakan atau mengadopsi bahasa Sanskerta untuk nama jalan atau nama tempat-tempat lainnya. Secara etimologi, hubungan antara nama jalan "Maliabara" dengan kata dalam bahasa Sanskerta "malyabhara" juga pernah disinggung oleh Profesor C.C. Berg pada kuliah di Universitas Leiden pada 1950–1960-an dan Dr. O.W. Tichelaar dalam sebuah karya ilmiah pada Kongres Orientalis Internasional ke-28 di Canberra, Australia. Maka dari itu, penggunaan nama "Maliabara" yang berasal dari bahasa Sanskerta untuk menamai jalan yang dibangun Hamengkubuwana I, sultan pertama Kesultananan Yogyakarta, setidaknya sejak tahun 1755 cukup masuk akal.

4.  Teori keempat berpendapat bahwa penamaan Malioboro berhubungan dengan keberadaan Sumbu Filosofi Yogyakarta ruas Tugu Yogyakarta hingga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang melambangkan tentang alur hidup manusia menuju Sang Pencipta (Paraning Dumadi), nama Malioboro berasal dari gabungan kata malio yang berarti "jadilah wali" dan kata boro yang berarti "mengembara". Etimologi tersebut berkesinambungan dengan kedua ruas jalan lainnya, yakni jalan Marga Utama yang berarti "jalan keutamaan" dan jalan Marga Mulya yang berarti "jalan menuju kemuliaan". Setelah manusia mencapai hubungan tertinggi dengan Tuhannya (Manunggaling Kawula lan Gusti, dilambangkan dengan Tugu Yogyakarta), manusia akan meraih keutamaan (Marga Utama). Untuk mencapai keutamaan, manusia harus mengikuti ajaran para wali (Malio) dan mengembara (Boro) dengan berpedoman kepada ajaran tersebut dalam pelaksanaanya. Dengan mengikuti ajaran para wali, niscaya manusia akan memperoleh kemuliaan (Marga Mulya), disamping keutamaan.

 

Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, jalan ini sempat berubah nama menjadi "Margaraja", yang berarti jalan bagi tamu-tamu kerajaan menuju kediaman raja (keraton). Nama tersebut diberikan sesuai fungsi awal dari Malioboro yang menjadi jalan utama Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

 

Pemerintah Hindia Belanda membangun Malioboro sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan pada awal abad ke-19. Malioboro mulai populer pada era kolonial (1790-1945). Ketika itu, pemerintah Belanda membangun Benteng Vredeburg tahun 1790 di ujung selatan Jalan Malioboro. Belanda juga membangun Dutch Club atau Societeit Der Vereneging Djokdjakarta (1822), The Dutch Governor's Residence (1830), Javasche Bank, dan Kantor Pos. Perkembangan Malioboro semakin pesat, ditambah dengan adanya perdagangan antara pemerintah Belanda dengan pedagang Tionghoa.

 

Hingga tahun 1887, Jalan Malioboro dibagi dua setelah Stasiun Tugu Yogya dibangun. Sejarah lainnya, Jalan Malioboro menjadi saksi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pernah terjadi pertempuran hebat antara pejuang Tanah Air dengan pasukan kolonial Belanda yang dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Pasukan Merah Putih berhasil menaklukkan kekuatan Belanda dan menduduki Yogyakarta setelah enam jam bertempur.

 

Keberadaan Malioboro sering pula dikaitkan dengan tiga tempat sakral di Yogya yakni Gunung Merapi, Kraton dan Pantai Selatan. Pembangunan jalan malioboro bertepatan dengan pendirian Kraton Yogyakarta. Awalnya Jalan Malioboro ditata sebagai sumbu imaginer antara Pantai Selatan (Pantai Parangkusumo) - Kraton Yogya - Gunung Merapi. Tempat-tempat strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY, Pasar Induk Beringharjo hingga Istana Presiden Gedung Agung juga berada di kawasan ini. Sedangkan nama Yogyakarta menurut Dosen Sejarah UI, Prof. Peter Brian Ramsey Carrey, nama asli kota Jogja adalah Ngayogyakarta. Nama itu terinspirasi dari sebuah nama kerajaan di kitab Ramayana, yaitu Ayodya. Orang Jawa menyebutnya Ngayodya, sehingga terdengar seperti Ngayogya. Di dalam kitab itu juga, ada satu jalan utama yang sangat terkenal. Jalan ini merupakan jalan utama tempat penyambutan Raja dan tamu- tamunya, serta merupakan jalan penting yang memiliki banyak berkah. Nama yang jalan tersebut adalah Malyabhara. Dalam Bahasa Sansekerta, Malya berarti bunga dan bhara yang diambil dari kata bharin yang artinya mengenakan. Jadi jalan yang mengenakan bunga (jalan yang istimewa).

 

Di sekitar Kawasan Malioboro banyak hotel berdiri, dan Hotel besar pertama di Malioboro dibangun tahun 1908, namanya Grand Hotel de Djokdja yang sampai saat ini masih berdiri meskipun sudah beberapa kali ganti nama.

 

Malioboro, ya Malioboro jalan yang ngangenin. Karena, sekalipun berkali-kali datang kesana, namun rasa ingin kesana selalu ada. Belum ke Yogyakarta kalua belum ke Jalan Malioboro!.

 

Semoga bermanfaat.

 

------

Sumber:

http://terasmalioboro.jogjaprov.go.id/2022/08/11/sejarah-jalan-malioboro/

https://arsipdanperpustakaan.jogjakota.go.id/

Lebih baru Lebih lama