Pancasila Dalam Hangatnya Percakapan Wong Cilik

Oleh : Dede Arief R. | Guru PPKn MTsN 10 Majalengka & Ketua MGMP PPKn MTs Kabupaten Majalengka



Di dalam sebuah rumah kecil nan sangat sederhana, di sebuah kampung di suatu desa daerah pinggiran, tengah berlangsung percakapan hangat antara seorang anak dengan ibunya. 


“Bu, ibu tahu tidak?” 


“Tahu apa anakku?” ibunya balik bertanya. 


“Tadi, aku belajar tentang Pancasila dalam mata pelajaran PPKn, bersama pak guru !” seru sang anak dengan penuh antusias. 


“oh... bagus sekali anakku !”, timpal ibunya penuh bangga. 


“Lantas, apa yang kamu ketahui setelah belajar tentang,,,apa itu tadi, Pancasila ya ?”  


Sejurus kemudian si anak menjawab, “Aku jadi mengetahui sesuatu yang sangat bagus tentang negara kita, Ibu.” terang si anak seraya memancarkan mimik optimis penuh asa di raut wajahnya yang memang polos. 


“Benarkah ?”, ibunya bertanya seperti ingin seoptimis anaknya. 


“Ya benar Ibu, begini ; negara kita, Indonesia memiliki dasar negara yang sekaligus juga menjadi pandangan hidup bangsa, yang hebat, yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh hebat yang merupakan para pendiri negara kita, seperti Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno, pada saat-saat terakhir sebelum Indonesia merdeka, yaitu dasar negara PANCASILA. Semua tentang penyelenggaraan negara Indonesia berdasarkan pada Pancasila. Begitupun pula segala cara pandang, sikap dan perilaku bangsa Indonesia senantiasa harus berpedoman kepada kelima sila Pancasila”.  


“Trus apa bagusnya, seperti katamu tadi, nak ?”, ibunya menyela sesaat cerita anaknya.  


“Seperti namanya, Pancasila. Artinya lima sila. Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa. Melalui sila ini, maknanya bahwa bangsa Indonesia diarahkan untuk memiliki keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, melalui agama atau kepercayaan yang secara bebas dianutnya. Ajaran agama menjadi dasar etika dan moralitas bagi setiap norma dan segala aktivitas serta interaksi bangsa. Jadi kehidupan bangsa kita akan tentram, damai dan berbahagia baik lahir maupun batin, sebab semua orang beriman dan taat pada Tuhannya. Semua orang berbuat kebajikan sesuai tuntunan agamanya dan  menghindari segala bentuk keburukan seperti mendzolimi sesama sebangsa, mengkhianati amanah yang diemban, merampas hak-hak orang lain ataupun tindakan korupsi. Tiada lain tiada bukan, karena takut berdosa dan masuk neraka.


Sila kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,  memberi pedoman untuk dapat membuat hubungan antar manusia di Indonesia berlandaskan kepada pengakuan dan penghormatan yang tinggi terhadap hak-hak dasar manusia bersendikan prinsip keadilan dan adab yang luhur. Maka semestinya sangat jarang ditemukan diantara kehidupan manusia Indonesia saling merampas hak-hak dasar manusia lainnya ataupun tindakan-tindakan menistakan harkat derajat manusia dalam bentuk ekploitasi satu kelompok terdapat kelompok manusia lainnya. Golongan masyarakat tidak mampu, golongan minoritas tertentu, seluruhnya mendapati penghormatan atas persamaan harkat dan derajatnya sebagai manusia merdeka. Ada pemuliaan manusia oleh manusia lainnya. Segala bentuk perampasan hak-hak dasar manusia, termasuk tindak korupsi yang dilakukan para pemegang kekuasaan negara, akan mendapatkan penindakan hukum yang adil dari tangan-tangan hukum negara.


Sila ketiga ; Persatuan Indonesia. Bangsa Indonesia dapat diibaratkan merupakan sebuah keluarga besar yang terdiri dari banyak anggota yang berlatar belakang sangat beranekaragam, sangat kaya dengan perbedaan. Namun bangsa ini memiliki kalimah sakti yang dapat mempersatukan mereka, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan yang membuat kehidupan dalam keluarga besar ini senantiasa diwarnai dengan nuansa penuh keakraban nan harmonis dihiasi indahnya toleransi dan kerjasama. Kesamaan bangsa menyatukan segala perbedaan; suku, agama, ras, golongan. Disini kesamaan memelihara perbedaan, perbedaan memperkaya kesamaan bangsa Indonesia. Kehidupan bersama yang indah, kan Bu ?”, tanya si anak menjeda penjelasannya. “oh,,,indah sekali anakku. Trus bagaimana dengan dua sila yang lainnya ?”, si Ibu bertanya makin penasaran.


“Rakyat Indonesia dapat menentukan seperti apa negara ini akan dimekar-kembangkan, sebab di negara ini rakyatnya berdaulat, memiliki kekuasaan tertinggi untuk menetukan nasib mereka serta menyampaikan aspirasinya untuk kemajuan negara dan kesejahteraan bangsa. Kedaulatan yang dikelola dengan prinsip-prinsip perwakilan, permusyawaratan yang berkhidmat kepada kebijaksanaan. Semestinya tak akan ada kehendak seseorang, dua orang atau sekelompok orang mentirani kehendak maupun kepentingan masyarakat banyak. Tak juga ditemui kehendak mayoritas mendominasi kelompok minoritas secara etnis, budaya, ekonomi maupun keyakinan agama. Inilah keadaan ideal yang diisyaratkan oleh sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawartan /perwakilan. Demokrasi yang bersendikan nilai-nilai luhur Pancasila. Demokrasi bersendikan luhurnya kearifan lokal bangsa; musyawarah, mufakat dalam suasana kekeluargaan yang akrab.


Terakhir, sila kelima; Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Negara Indonesia adalah milik seluruh rakyat Indonesia, maka segenap rakyat Indonesia akan dan harus memperoleh kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagian yang adil dan proporsional. Melalui sila ini, seyogyanya tidak boleh terjadi penumpukkan kesejahteraan dan kemakmuran pada satu, dua atau sekelompok orang tertentu. Manakala di negeri luar ada oligarkhi yang mengasuh kekuasaan yang kemudian melahirkan ketidak-adilan dan kesenjangan kesejahteran, disini seharusnya tidak pernah ada. Sebab negara akan hadir membagikan secara adil kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagian hidup kepada segenap lapisan rakyat, tanpa kecuali. Termasuk kepada kita, Bu. Negara menjalankan sejatinya fungsi negara kesejahteraan.” , dengan cerdas si anak menuturkan apa yang ia dapat dari gurunya, di madrasahnya.


Menyimak begitu jernihnya penjelasan anaknya, ibu tersebut merasa terharu, bangga sekaligus bahagia. Lantaran anaknya ternyata pintar cukup pintar, dapat menyerap penjelasan gurunya secara cemerlang. Padahal ia hanya seorang anak kampung, dari keluarga sangat sederhana. Disamping itu, ibu ini merasa berbesar harapan bahwa dengan berdasarkan Pancasila, negaranya akan memperhatikan orang-orang kecil, wong cilik seperti ia dan anaknya, yang jumlahnya banyak di kampungnya, di daerah yang kerap terpinggirkan, terlupakan.


“Ya, semoga saja begitu pada kenyataannya anakku. Mari kita berharap dan berdoa semoga orang-orang pintar dan berkuasa di negara kita ini benar-benar menjalankan amanah seperti yang “diwajibkan “ oleh Pancasila. Mereka akan dengan sadar, penuh kesolehan mengangkat taraf hidup kita dan masyarakat kecil lainnya yang sangat menantikan sentuhan kasih sayang, kepedulian, perlindungan dan keadilan negara. Sehingga kita bisa merasakan, menikmati kebahagian dan kebanggaan sebagai rakyat Indonesia, yang katamu besar, kaya raya dan memiliki dasar negara –falsafah bangsa yang hebat, bernama : PANCASILA”, ujar ibunya, seraya menutup percakapan hangat diantara mereka, karena hari sudah menjelang waktu sholat magrib.


Percakapan kecil nan polos diantara anak-ibu dalam keluarga kecil amat sederhana, di suatu desa kecil yang terpinggirkan dan terpencil, adalah percakapan berisi asa dan cita. Percakapan yang sesungguhnya mewakili harapan dan mimpi besar yang dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia sejak negara ini didirikan hingga saat ini, yaitu untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Harapan akan hadirnya kedamaian, kemakmuran dan keadilan  dalam kehidupan mereka dalam rumah besar bernama Indonesia yang berfondasikan Pancasila berpilarkan UUD Negara Republik Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Asa dan cita yang sama hingga saat kini. Saat dimana kita memperingati 78 tahun Pancasila lahir dan sejauh ini masih dapat mempersatukan bangsa dalam langkah perjuangan membangun dirinya di tengah gempuran, hantaman faham-faham yang mendegradasi secara nyata nilai-nilai Pancasila, seperti korupsi, materialisme, aroganisme, radikalisme, anarkisme dan hedonisme yang di-flexing bahkan secara bangga dalam konten-konten media sosial.


Seiring waktu terus berjalan, seiring api semangat merawat kehidupan bangsa dengan nilai-nilai luhur Pancasila tetap menyala, disertai konsistensi mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan,  mari kita berdoa semoga dikemudian hari asa dan cita kita bernegara terwujud. Aamiin.


Selamat memperingati Hari Lahirnya Pancasila !


“Aktualisasi Pancasila, energi pertumbuhan Indonesia”.


Kado kecil untuk 78 tahun Pancasila dari Tanah Subur, 1 Juni 2023.

 

Lebih baru Lebih lama