Oleh : H. Dede Arief Rohaedi, S.Pd., M.M. | Guru PPKn MTsN 10 Majalengka, Ketua MGMP PPKN MTs Kab. Majalengka, dan Tifosi Timnas Garuda
Pencapain Tim Nasional Indonesia dalam Kualifikasi Piala Dunia 2026, hingga mencapai putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 merupakan catatan sejarah tertinggi bagi sepak bola Indonesia. Apalagi di dua pertandingan awal, Indonesi bisa menahan imbang dua kekuatan besar Asia, langganan putaran final Piala Dunia, yaitu Arab Saudi dikandangnya, dan Australia di GBK. Harapan tinggi pun membumbung, dapat lolos dari grup C. Disebut grup neraka, sebab selain dua negara diatas, grup ini dihuni juga Raja Asia terbaru, tim klasik peserta piala dunia, Jepang.
Torehan sejarah ini, jelas telah menimbulkan gegap gempita, riuh rendah, kegembiraan dan kebanggaan di masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat yang bukan penyuka sepak bola. Semuanya larut dalam euphoria, kesuka-citaan yang mengejutkan ini. Hingga FIFA menyebut Tim Indonesia, luar biasa !
Bila dicermati, ada fakta yang menarik dari timnas Indonesia, sangat menarik bahkan, manakala kita melihat dan membaca anggota skuad timnas Indoenesia : ada Maarten Paes (Kiper), Rizky Ridho, Jay Idzes, Justin Hubner, Sandy Walsh, Ivar Jenner, Nathan Tjoe A On, dan Calvin Verdonk, Shayne Pattynama,Thom Haye, Ragnar Oratmangoen, Marselino Ferdinan, Rafael Struick, Witan Sulaeman.
Selain R. Ridho, Ferdinan, dan Witan, nama-nama lainnya jelas "bukan nama Indonesia". Siapa mereka ini ? Ini timnas Indonesia yang dibantu tim "Belanda", atau tim "Belanda” yang disisipi pemain Indonesia ? Pertanyaan retoris yg menggelitik. Tidak sedikit guyonan senada ini muncul di kalangan fans sepak bola tanah air.
Tentu masyarakat Indonesia sudah tahu, bahwa inilah profil timnas Indonesia sekarang. Setidaknya dalam kurun waktu kurang 4 tahun terakhir ini. Dan para pemain "Belanda" ini adalah produk dari kebijakan instan dan konstan, "potong kompas" menuju prestasi dunia, dengan jalur "naturalisasi" (pewarganegaraan). Naturalisasi (pewargaanegaraan) memang dianggap oleh para pembuat kebijakan di sepak bola Indonesia sebagai sebuah pilihan strategi yang pragmatis. Memang sejauh ini melahirkan fakta bahwa capaian sepak bola Indonesia menjadi jauh meningkat, signifikan. Pesat !
Mari kita sedikit memahami secara sederhana apa itu naturalisasi (khususnya pada konteks naturalisasi pemain sepak bola di timnas Indonesia).
Dasar regulasi yang mengatur perihal naturalisasi juga disebut pewarganegaraan adalah Undang-undang RepubIik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Dimana menurut definisi resmi Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, naturalisasi adalah proses hukum yang ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh atau memiliki kewarganegaraan atau alih status dari dari WNA (Warga Negara Asing) menjadi WNI (Warga Negara Indonesia).
Warga
negara asing bisa memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan
naturalisasi kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Ada
beberapa kriteria sebagai berikut:
- Naturalisasi berdasarkan permohonan WNA
itu sendiri.
- Naturalisasi berdasarkan perkawinan
campur.
- Pewarganegaraan bagi orang asing yang
berjasa atau dengan alasan kepentingan negara.
- Pewarganegaraan bagi anak yang belum
memperoleh kewarganegaraan.
Syarat-syarat
naturalisasi :
Sebelum
mengajukan permohonan, ada beberapa syarat pemohon naturalisasi yang perlu
dipenuhi, yaitu:
- Telah berusia 18 (delapan belas) tahun
atau sudah kawin.
- Pada waktu mengajukan permohonan sudah
bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling singkat 5
(lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak
berturut-turut.
- Sehat jasmani dan rohani.
- Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui Dasar
Negara Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
- Tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun
atau lebih.
- Tidak menjadi berkewarganegaraan ganda.
- Mempunyai pekerjaan dan / atau berpenghasilan
tetap.
- Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.
- Membuat permohonan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Hukum dan HAM atau Perwakilan RI di luar negeri.
- Permohonan tersebut dilengkapi dengan
lampiran yang sudah ditentukan.
Para pemain
seperti ; Elkan Baggot, Ivar Jenner, Shayne Pattyname, Justin Hubner, Jay Idzes
dan banyak lagi, menjadi WNI dan memperkuat timnas melalui naturalisasi ini.
Selain itu, ada juga naturalisasi
istimewa yang diberikan oleh presiden kepada orang asing yang telah
berjasa kepada bangsa dan negara Indonesia atau berdasarkan pertimbangan/alasan
untuk kepentingan negara. Untuk mendapatkan naturalisasi istimewa, orang asing
tersebut juga harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Naturalisasi istimewa inilah
banyak dijumpai dalam naturalisasi atlet untuk memperkuat tim nasional. Gelombang
naturalisasi pemain sepak bola di Indonesia ada yang tergolong naturalisasi
istimewa dengan tujuan mengharumkan nama bangsa. Nama-nama seperti Marc Klock
dan Maarten Paes termasuk kategori ini. Melihat tren yang ada, bakal lebih
banyak lagi pemain naturalisasi melalui jalur ini.
Ternyata terjadi kontroversi yang cukup berarti yang muncul di masyarakat di saat fenomena derasnya gelombang naturalisasi dan tren positif pencapaian timnas Indonesia sejauh ini. Muncul sikap pro-kontra terhadap kebijakan naturalisasi pemain sepak bola. Sebagian masyarakat menolak, sementara sebagian lain mendukung. Berbagai alasan muncul sebagai dasar penolakan masyarakat. Diantaranya, pertama ; karena mereka meragukan nasionalisme pemain naturalisasi. Mereka merasa pemain yang dinaturalisasi itu tidak sepenuhnya setia pada bangsa Indonesia. Mereka dianggap berganti kewarganegaraan hanya karena kepentingan pribadi (popularitas, obsesi tampil di piala dunia). Kedua ; mereka menganggap naturalisasi pemain tersebut dapat mengancam pemain-pemain lokal. Misalnya, dengan adanya naturalisasi pemain tersebut, para pemain lokal usia muda yang tersebar di ratusan sekolah-sekolah sepak bola (SSB) maupun akademi-akademi sepak bola akan sulit bersaing dan mendapatkan kesempatan bermain di tim nasional, level senior apalagi. Sikap kelompok masyarakat ini dilatar-belakangi oleh nasioanalisme primordial yaitu pemikiran dan keyakinan kuat terhadap ikatan primordial dari berbagai etnis, budaya, dan suku bangsa menyangkut hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang khas yang ada di dalam lingkungan pertamanya, bercampur dan bergerak dinamis di dalam lingkaran rasa kebangsaan.
Sementara
sebagian lainnya yang mendukung, menganggap bahwa kebijakan naturalisasi pemain
sangat menguntungkan negara Indonesia dari banyak sisi. Misalnya dari sisi
prestasi, para pemain ini secara
signifikan mampu mengangkat prestasi timnas Indonesia di persaingan regional
maupun internasional. Keadaan ini tentu saja serta merta akan menaikkan
kebanggaan nasional (nation’s pride).
Kebanyakan
kelompok masyarakat yang setuju dan mendukung kebijakan ini didominasi oleh
kaum milenial yang banyak dipengaruhi pemikiran modernis dan global. Mereka percaya
bahwa identitas kebangsaan seseorang lebih didasarkan pada persamaan kewarganegaraan,
prinsip-prinsip, dan nilai-nilai bersama yang bersifat universal, daripada
kemurnian asal-usul genealogis, etnisitas, atau tempat kelahiran. Pandangan
seperti ini kerap dihubungkan dengan pemikiran nasionalisme modern.
Perdebatan
pro-kontra dalam suatu masyarakat merupakan situasi yang sangat wajar dan
sah-sah saja. Sejauh hal tersebut tidak menimbulkan percik perselisihan bahkan
konflik. Malahan bagus juga, sebab artinya akan terjadi dialektika dalam
masyarakat, sehingga pada satu momentum akan menghasilkan formulasi kebijakan yang
paling tepat. Lagipula, bukankan kedua sikap tersebut pada
hakekatnya sama ? Yakni merupakan ide
bagaimana mencintai Indonesia.
Terlepas
dari pro-kontra yang terjadi saat ini, kita berharap di kemudian masa kita akan
melihat sepak bola Indonesia secara khusus, dan bangsa Indonesia secara umum
akan berkembang, makin kuat dan maju di tengah kompetisi global yang semakin
sengit, dengan dilandasi karakter bangsa yang memiliki jiwa nasionalisme yang
tangguh. Mencintai dan bangga sebagai Indonesia, tanpa syarat.
Naturalisasi pemain mungkin memang tidak terhindarkan sebagai
sebagian dari kebijakan olahraga nasional, karena memang selain sudah menjadi
trend global, dimana hampir di semua negara di dunia melakukannya. Cara ini
dalam jangka pendek dapat menghasilkan lonjakan prestasi secara instan. Namun pilihan
pragmatisme ini tetap harus dibatasi dan tidak menjadi strategi jangka panjang.
Kecuali bila Indonesia ingin seperti Perancis, dimana saat mereka Juara Piala
Dunia 2018 di Rusia, skuadnya dihuni oleh 15 pemain “asing” keturunan imigran Afrika.
Dominasi warga eks. koloni terhadap tim negara kolonial-nya !
Di sisi
lain strategi membangun sumber daya
pemain dalam negeri juga harus makin ditingkatkan dari berbagai aspek. Sehingga
para pemain lokal mampu bersaing di timnas bahkan menjadi pemain profesional yang
mampu berkarir di negara lain. Sekaligus menjadi duta olahraga Indonesia di
luar negeri, mengobarkan semangat patriotis dengan membangun citra luhur negara.
Sebuah
kelakar dalam suatu percakapan masyarakat, akan menutup tulisan ringan ini.
“Sekarang situasinya terbalik dengan keadaan di era kolonialisme Belanda dahulu.
Pada saat Gubernur Jenderal Johannes van
den Bosch menerapkan aturan Tanam Paksa (cultuurstelsel), rakyat
Indonesia diwajibkan menanam tanaman rempah di lahan-lahannya. Setelah siap
panen, mereka (Belanda) membawa semuanya dan menjualnya. Belanda jadi negara masyur
dan makmur karenanya. Nah,,,di masa kini,
saat mereka (Belanda) memiliki akademi-akademi sepakbola (salah satu yang
terbaik di dunia) sebagai lahan pembibitan mencetak pemain hebat, eeeh,,, saat
siap dipanen oleh timnas Oranye atau ditransfer ke kub kaya di Eropa, malah
dibawa, ditarik ke timnas Indonesia.” (Mungkin kemudian akan membawa kemasyuran juga bagi
kita ?)
Pembalasan
dendam yang santun nan jenaka.
Bravo Timnas
Garuda ! Jayalah Negeriku !
Salam dari
Tanah Subur, 15 September 2024.
Dede Arief Rohaedi |