Oleh : Rani Yulia Purwanti, S.Pd. | Guru PPKn MTsN 2 Garut dan Pengurus FKK MGMP PPKn MTs Provinsi Jawa Barat
Keluarga yang tidak utuh
(broken home) merupakan kondisi dimana sebuah keluarga mengalami
perpecahan. Fenomena broken home, yaitu perceraian orang tua atau
ketidakharmonisan dalam rumah tangga, memang sering kali membawa dampak besar
bagi perkembangan seorang anak. Salah satu dampak yang bisa muncul adalah
perasaan kehilangan jati diri yang memengaruhi cara anak memandang dirinya,
hubungan dengan orang lain, dan bahkan tujuan hidupnya. Mereka akan jauh lebih
menderita karena akan lebih banyak lagi dampak negative yang mengikutinya. Anak
yang mengalami broken home justru cenderung menarik diri atau
minder, emosional, pendendam, brutal, susah diatur, tidak mudah menaruh
kepercayaan pada orang lain, kecemasan dan ketakutan akan masa depan.
Ketika seorang anak tumbuh dalam keluarga broken home mental dan psikisnya sudah rusak sejak dini, sehingga berpengaruh sampai masa remaja nanti. Mereka biasanya akan mencari perhatian di lingkungan sekolah ataupun masyarakat, karena kurangnya perhatian dari keluarganya akibat dari. Selain itu, dapat memunculkan kenakalan di masa remaja. Kenakalan remaja sendiri banyak bentuknya, ada yang bersifat merugikan diri sendiri dan orang lain, misalnya membolos sekolah, berkata kasar kepada orang tua, melanggar aturan sekolah, tawuran, dan juga penyalahgunaan narkoba.
Foto: Rani Yulia Purwanti (https://goart.fotor.com/)
Bagi anak yang tumbuh
dalan keluarga broken home, dukungan emosional sangat penting.
Masalah yang dihadapi anak dapat diatasi dengan berbagai cara. Peran orang tua
sangat penting dalam mengembalikan jati diri anak. Meskipun telah berpisah,
orang tua tetap harus mampu membangun komunikasi dua arah, karena orang tua
bisa bertukar pendapat dengan anak, mampu memahami kondisi anak sehingga anak
bisa merasa di hargai keberadaanya. Selain itu dapat dilakukan dengan cara
bimbingan konseling. Layanan konseling menjadi salah satu jawaban untuk anak
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya sehingga memiliki pemikiran yang
positif dalam memaknai perpisahan. Selanjutnya, anak dapat menemukan jati
dirinya kembali dengan pemberian motivasi di dalam konseling individu dan
diharapkan dapat memudahkan memecahkan masalahnya secara mandiri.
Meskipun broken home bisa memberikan tantangan berat, bukan berarti anak-anak korban dari broken home tidak bisa berkembang menjadi pribadi yang kuat. Dengan pemahaman, dukungan, memberikan pendidikan tentang kesehatan mental, keterampilan mengelola emosi, dan bagaimana menjaga hubungan yang sehat juga sangat penting untuk membantu anak-anak mengembangkan jati diri yang stabil dan positif. Dengan adanya dukungan, kasih sayang, mereka bisa menemukan kembali keseimbangan dalam hidup dan meraih potensi terbaik mereka sehingga dapat menemukan kembali jati dirinya dan membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan.